Selasa, 14 April 2015

MENGHUBUNGKAN BERBAGAI MACAM TEORI BELAJAR/ALUR PIKIR SISWA



  MENGHUBUNGKAN BERBAGAI MACAM TEORI BELAJAR/ALUR PIKIR SISWA


Teori behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Berbeda dengan pendapat Albert Bandura, dalam teori kognisi sosial memahami perilaku manusia kita harus memahami bahwa manusia dapat berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri. Selain itu, banyak aspek fungsi kepribadian yang melibatkan interaksi individu dengan individu lainnya. Perilaku seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. Salah satu asumsi awal yang mendasasi teori kognitif sosial Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku. Dan titik pembelajaran terbaik dari semua adalah pengalaman-pengalaman tak terduga.
Sedangkan menurut teori Cognitive Information Processing/pemrosesan informasi (Robert Gagne) bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak.
Pendapat lain dari Ausebel, Teori Ausebel lebih memperhatikan bagaimana individu belajar sejumlah materi pembelajaran secara bermakna dari suatu sajian berbentuk verbal/teks di sekolah (berbeda dengan teori-tori yang dikembangkan dalam konteks percobaan-percobaan yang dilaksanakan di laboratorium). Menurut Ausebel, belajar dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) dimensi. Dimensi pertama, berhubungan dengan cara bagaimana informasi/materi pembelajaran tersebut disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitifnya (berupa fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa) yang telah ada. Kedua dimensi tersebut, yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu kontinuum.
Menurut Piaget Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Teori social formation menyebutkan sebuah formasi sosial mengacu pada masyarakat dengan segala kompleksitasnya, karena dibentuk secara historis. Ini mencakup semua kontradiksi internal yang ada di masyarakat, semua kecenderungan yang muncul dan menghilang dalam ekonomi dan suprastruktur, dalam hubungan sosial yang terdiri dari ini. Salah satu unsur yang menentukan formasi sosial adalah kecenderungan yang muncul dari cara produksi (apa yang timbul vs apa yang menurun). Ini mencakup semua kontradiksi antara modus yang berbeda dari produksi, serta dalam mode tertentu produksi, dan dalam mode produksi baru yang mencoba untuk tampil atau melakukan (seperti bisnis narkoba membangun formasi sosial sendiri: negara sendiri, militer , suprastruktur, produksi, distribusi) - bahkan ketika ini dapat terjalin, untuk berbagai tingkat, dengan formasi sosial yang lebih besar di mana itu ada.
Berbeda dengan teori Bruner tentang discovery learning. Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru mendorong dan memotivasi siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip  untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat membangkitkan rasa keingintahuan siswa. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dam mengenal dengan baik adalanya perbedaan kemampuan
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep yang asas sebelum konsep itu dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan apabila diperlukan. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil.  Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Teori pembelajaran sosial menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Siswa belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku tersebut. “Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan yaitu dari mengamati orang lain. Kemudian hasilnya berfungsi sebagai panduan untuk bertindak.”
Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministik resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan memengaruhi perilaku, perilaku memengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif memengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
Menurut Bandura, proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini.
Teori belajar sosial kadang-kadang disebut jembatan antara behavioris dan teori pembelajaran kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi. Teori ini terkait dengan Social Development Theory and Lave’s Vygotsky di mana ketika belajar juga menekankan pentingnya pembelajaran sosial. Teori belajar ini yang titik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya  Teori yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan bahwa intelegensi manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori ini juga menegaskan bahwa perolehan kognitif individu terjadi pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri sendiri).  Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir akan menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang. Inti dari teori belajar sosiokultur ini adalah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial budaya akan menyebabkan semakin kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu.  Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultur, guru berfungsi sebagai motivator yang memberikan rangsangan agar siswa aktif dan memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator, yang membantu menunjukkan jalan keluar bila siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, menejer yang mengelola sumber belajar, serta sebagai rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya, siswalah yang dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu pengetahuan.  Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar sosiokultur, proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini, tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat dianggap lebih baik atau benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari kenyataan digunakan untuk beragam tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
Sedangkan dalam proses belajar mengajar kita tidak lepas dari peran teknologi. Technological Approach adalah kajian dan praktik untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Istilah teknologi pendidikan sering dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan pembelajaran mencakup proses dan sistem dalam belajar dan pembelajaran, teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia. Teknologi membantu siswa dan guru dalam proses penerimaan informasi dalam proses belajar mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar