Selasa, 14 April 2015

DESAIN PEMBELAJARAN DENGAN METODE MATEMATIKA REALISTIS

DESAIN PEMBELAJARAN LUAS LAYANG-LAYANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATEMATIKA REALISTIS


     Salah satu materi pembelajaran Matematika di tingkat sekolah dasar kelas V semester I adalah geometri, pokok bahasan bangun datar, sub pokok bahasan luas layang-layang. Siswa kelas V sekolah dasar, umumnya berada pada rentang usia 10-12 tahun. Menurut Piaget, pada rentang usia tersebut siswa berada pada tahap berpikir operasional konkrit. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan perkembangan kognitif anak, karena tahap ini menandai awal pemikiran logis atau operasional pada anak. Piaget menjelaskan bahwa pada tahap ini anak cukup mampu menggunakan pemikiran logis atau operasi, tetapi mereka hanya bisa menerapkan hal tersebut pada benda konkrit. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah salah satu pembelajaran matematika yang saat ini sedang dicoba untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika di Indonesia. Pendekatan ini diadopsi dari Realistic Mathematics Education yang dikembangkan di Belanda. Frans Moerland (2003) memvisualisasikan proses matematisasi dalam pembelajaran matematika realistik sebagai proses pembentukan gunung es (iceberg). Visualisasi dari proses matematisasi ini digambarkan sebagai berikut. Menurut Prof. Dr Marsigit, maka skema pembelajaran matematika yang digambarkan sebagai gunung es ini, pada lapisan dasar adalah konkrit, kemudian di atasnya ada model konkrit , di atasnya lagi ada model formal dan paling atas adalah matematika formal. Tahapan pengkostruksian pengetahuan dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1.    Tahap Konkrit
Pada tahap ini, siswa dihadapkan dengan matematika konkrit. Apakah matematika konkrit itu? Ternyata semua yang kita lihat, yang ada dalam kehidupan sehari-hari siswa, itulah yang disebut matematika konkrit. Dalam tahapan ini, guru harus memastikan bahwa pengetahuan yang dibangun siswa dalam tahap ini kokoh, baru melanjutkan ke tahapan selanjutnya. Pada apersepsi ini, guru memunculkan konteks bermain layang-layang. Guru menunjukkan layang-layang dan bertanya kepada siswa, siapa yang pernah bermain layang-layang.
2.    Tahap Model Konkrit
Pada pembelajaran dengan materi luas layang-layang ini siswa melakukan investigasi dan eksplorasi melalui bahan yang disediakan. Siswa menggunakan benda konkrit (layang-layang, potongan kertas yang berbentuk bangun datar segitiga) sesuai dengan konteks yang disediakan. Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah dari konteks bermain layang-layang.
3.    Tahap Model formal
Dari model konkrit, siswa dibawa ke tahap model formal. Dari potongan segitiga tersebut siswa harus memilih beberapa segitiga yang sesuai untuk disusun menjadi layang-layang. Segitiga yang digunakan untuk menyusun layang-layang tersebut, selanjutnya digunakan untuk menyusun persegi panjang. Dari aktivitas kelompok ini, siswa akan dibimbing untuk menemukan rumus luas layang-layang melalui pendekatan persegi panjang.
4. Tahap Matematika formal
Dalam tahap ini, siswa sudah dihadapkan dengan matematika formal, dalam bentuk simbol-simbol seperti matematika yang umumnya diberikan di sekolah-sekolah. Pada pembelajaran ini karena persegi panjang yang terbentuk disusun dari potongan segitiga yang sama dengan layang-layang, maka luas persegi panjang sama dengan luas layang-layang yang dibentuk. Siswa telah belajar tentang luas persegi panjang, yaitu luas = ukuran panjang x ukuran lebar. Untuk itu, selanjutnya siswa diminta mengidentifikasi keterkaitan antara panjang dan lebar pada persegi panjang dengan unsur pada layang-layang, yaitu diagonal layang-layang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar