Senin, 27 April 2015

4 Unggas Ibrahim Menurut Jalaluddin Rumi




4 Unggas Ibrahim Menurut Jalaluddin Rumi
 
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 260
Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati". Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku meyakininya; tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung dan cincanglah semua olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Ketika menafsirkan ayat tersebut, Rumi menjelaskan bahwa kita hanya hidup kembali bila kita membunuh empat ekor unggas yang mencerminkan diri kita atau ego kita. Keempat ekor unggas itu adalah bebek yang mencerminkan kerakusan, ayam jantan yang melambangkan nafsu, merak yang menggambarkan kesombongan, dan gagak yang melukiskan keinginan.

Tentang bebek, Rumi bercerita :
Bebek itu kerakusan, paruhnya selalu di tanah
Mengeruk apa saja yang terbenam, basah atau kering
Tenggorokannya tak pernah santai satu saat pun
Ia tak mendengar firman Tuhan selain “Makan, minumlah!”
Seperti penjarah yang merangsek rumah
Dan memenuhi kantongnya dengan cepat
Ia memasukkan ke dalam kanrongnya baik dan buruk
Permata atau kacang tanah tiada beda
Ia jejalkan ke kantungnya, basah dan kering
Kuatir pesaingnya akan merebutnya
Waktu mendesak, kesempatan sempit, ia takut
Dengan segera ia tumpukkan apa pun di bawah tangannya.
* dikutip dari buku “Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin Rakhmat

Kedua Tentang ayam jantan atau nafsu, Rumi bercerita :

Ayam jantan penuh nafsu dan ketagihan nafsu
Mabuk dalam anggur tawar yang beracun
Sekiranya nafsu tidak diperlukan untuk melanjutkan penciptaan,
Wahai Sang Penuntut, Adam akan memandulkan dirinya sebab malu karenanya.
Iblis terkutuk berkata kepada Sang Penegak Keadilan,
“Kuingin jebakan perkasa kepada korbanku,”
Tuhan memperlihatkan kepadanya emas, perak, dan kawanan kuda
Seraya berkata, “Gunakan ini untuk merayu manusia.”
Iblis berteriak, “Hebat!” Tapi segera bibirnya mengering
Ia keriput dan asam seperti jeruk
Lalu Tuhan menawarkan kepada makhluk terkutuk
Emas dan mutiara dari perbendeharaannya yang tidak terhingga
Seraya berkata, “Ambillah jebakan ini, hai si terlaknat.”
Ia menjawab, “Berikan lebih dari ini, wahai Sang Maha Pembela.”
Lalu Tuahn memberikannya makanan yang berminyak dan manis.
Minuman yang mahal dan jubah sutra yang gemerlap
Iblis berkata, “Tuhanku, kuperlukan bantuan lebih dari ini.
Untuk mengikat mereka dengan tali serat kurma.
Supaya hambamu yang mabuk, yang gagah berani
Dapat melepaskan seluruh ikatan ini
Dengan jebakan ini dan ikatan hawa nafsu
Orang suci dipisahkan dari orang durhaka
Aku ingin jebakan lain, duhai penguasa ‘Arasy
Jebakan cerdik perkasa yang membuat semua manusia binasa”…

Ketika Tuhan menampakkan kepada iblis keindahan perempuan
yang menumpulkan akal dan melepaskan kendali diri laki-laki;
Iblis menjentikkan jarinya dan mulai menari, sambil melonjak berkata,
“Berikan dia kepadaku secepat mungkin: Telah kugapai keinginanku.”
Bagai Iblis, cumbu rayu hawa nafsu bagaikan ungkapan kemuliaan Ilahi yang menembus hijab yang tipis.
* dikutip dari buku “Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin Rakhmat

Tentang burung merak atau kesombongan, Rumi bercerita :
Sekarang sampailah kita pada merak berwarna ganda
Yang memamerkan dirinya demi kemasyhuran dan nama
Cita-citanya hanya merebut perhatian manusia
Tak peduli baik buruk, hasil dan manfaatnya
Ia menangkap mangsanya dengan bodoh seperti jebakan
Mana mungkin jebakan mengetahui tujuan tindakan? ...

Duhai saudaraku, kau angkat kawan-kawanmu
Dengan dua ratus tanda kasih sayang, lalu kaucampakkan mereka
Inilah kegiatanmu sejak saat kelahiranmu
Menangkap orang dengan jebakan cinta
Dari upayamu mengejar orang dan memburu kemegahan
Apa manfaat yang kamu peroleh?, lihat dan renungkan!
Hari-hari hidupmu telah berlalu dan malammu telah larut
Dan kau masih juga sibuk mengejar manusia
Ayo buru orang dan lepaskan yang lain dari jebakan
Lalu kau kejar yang lain seperti makhluk yang hina
Lalu kau lepaskan yang ini dan kau cari yang itu
Ini permainan anak kecil yang tanpa arti
Sebetulnya kamu hanya menangkap dirimu dalam jebakan
Karena kamu dipenjarakan dan dikecewakan oleh keinginanmu
* dikutip dari buku “Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin Rakhmat

Tentang gagak, Rumi bercerita :
Suara berkoak burung gagak
Meneriakkan permintaan panjang usia di dunia
Seperti iblis, gagak memohon Yang Mahasuci
Kehidupan abadi sampai hari kebangkitan
Iblis berkata, "Berikanlah aku tempo sampai hari kebangkitan"
Bukankah sepatutnya ia berkata, "Aku bertaubat, duhai Tuhanku"
Hidup tanpa taubat adalah bencana jiwa
Hilang dari Tuhan adalah kehadiran kematian
Hidup dan mati, keduanya manis disisi Ilahi
Tanpa Tuhan, air kehidupan adalah api

Hidup abadi adalah menumbuhkan ruh di dekat Ilahi
hidup gagak semata-mata untuk memakan tahi
Gagak berkata, "Berikan aku hidup lama supaya terus makan kotoran"
"Berikan aku hidup selalu karena watakku memang keburukan”
Sekiranya mulut kotor itu bukan mulut pemakan bercak
Ia akan berkata, "Selamatkan daku dari watak burung gagak".
* dikutip dari buku “Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar