4 Unggas Ibrahim Menurut Jalaluddin
Rumi
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 260
Allah berfirman, "Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati". Allah berfirman,
"Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku meyakininya;
tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman,
"(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung dan cincanglah semua olehmu.
Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu,
kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera".
Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Ketika menafsirkan ayat tersebut,
Rumi menjelaskan bahwa kita hanya hidup kembali bila kita membunuh empat ekor
unggas yang mencerminkan diri kita atau ego kita. Keempat ekor unggas itu
adalah bebek yang mencerminkan kerakusan, ayam jantan yang melambangkan nafsu,
merak yang menggambarkan kesombongan, dan gagak yang melukiskan keinginan.
Tentang bebek, Rumi bercerita :
Bebek itu kerakusan, paruhnya selalu
di tanah
Mengeruk apa saja yang terbenam,
basah atau kering
Tenggorokannya tak pernah santai
satu saat pun
Ia tak mendengar firman Tuhan selain
“Makan, minumlah!”
Seperti penjarah yang merangsek
rumah
Dan memenuhi kantongnya dengan cepat
Ia memasukkan ke dalam kanrongnya baik
dan buruk
Permata atau kacang tanah tiada beda
Ia jejalkan ke kantungnya, basah dan
kering
Kuatir pesaingnya akan merebutnya
Waktu mendesak, kesempatan sempit,
ia takut
Dengan segera ia tumpukkan apa pun
di bawah tangannya.
* dikutip dari buku “Meraih Cinta
Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin Rakhmat
Kedua Tentang ayam jantan atau
nafsu, Rumi bercerita :
Ayam jantan penuh nafsu dan
ketagihan nafsu
Mabuk dalam anggur tawar yang
beracun
Sekiranya nafsu tidak diperlukan
untuk melanjutkan penciptaan,
Wahai Sang Penuntut, Adam akan
memandulkan dirinya sebab malu karenanya.
Iblis terkutuk berkata kepada Sang
Penegak Keadilan,
“Kuingin jebakan perkasa kepada
korbanku,”
Tuhan memperlihatkan kepadanya emas,
perak, dan kawanan kuda
Seraya berkata, “Gunakan ini untuk
merayu manusia.”
Iblis berteriak, “Hebat!” Tapi
segera bibirnya mengering
Ia keriput dan asam seperti jeruk
Lalu Tuhan menawarkan kepada makhluk
terkutuk
Emas dan mutiara dari perbendeharaannya
yang tidak terhingga
Seraya berkata, “Ambillah jebakan
ini, hai si terlaknat.”
Ia menjawab, “Berikan lebih dari
ini, wahai Sang Maha Pembela.”
Lalu Tuahn memberikannya makanan
yang berminyak dan manis.
Minuman yang mahal dan jubah sutra
yang gemerlap
Iblis berkata, “Tuhanku, kuperlukan
bantuan lebih dari ini.
Untuk mengikat mereka dengan tali
serat kurma.
Supaya hambamu yang mabuk, yang
gagah berani
Dapat melepaskan seluruh ikatan ini
Dengan jebakan ini dan ikatan hawa
nafsu
Orang suci dipisahkan dari orang
durhaka
Aku ingin jebakan lain, duhai
penguasa ‘Arasy
Jebakan cerdik perkasa yang membuat
semua manusia binasa”…
Ketika Tuhan menampakkan kepada
iblis keindahan perempuan
yang menumpulkan akal dan melepaskan
kendali diri laki-laki;
Iblis menjentikkan jarinya dan mulai
menari, sambil melonjak berkata,
“Berikan dia kepadaku secepat
mungkin: Telah kugapai keinginanku.”
Bagai Iblis, cumbu rayu hawa nafsu
bagaikan ungkapan kemuliaan Ilahi yang menembus hijab yang tipis.
* dikutip dari buku “Meraih Cinta
Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin Rakhmat
Tentang burung merak atau
kesombongan, Rumi bercerita :
Sekarang sampailah kita pada merak
berwarna ganda
Yang memamerkan dirinya demi
kemasyhuran dan nama
Cita-citanya hanya merebut perhatian
manusia
Tak peduli baik buruk, hasil dan
manfaatnya
Ia menangkap mangsanya dengan bodoh
seperti jebakan
Mana mungkin jebakan mengetahui
tujuan tindakan? ...
Duhai saudaraku, kau angkat
kawan-kawanmu
Dengan dua ratus tanda kasih sayang,
lalu kaucampakkan mereka
Inilah kegiatanmu sejak saat
kelahiranmu
Menangkap orang dengan jebakan cinta
Dari upayamu mengejar orang dan
memburu kemegahan
Apa manfaat yang kamu peroleh?,
lihat dan renungkan!
Hari-hari hidupmu telah berlalu dan
malammu telah larut
Dan kau masih juga sibuk mengejar
manusia
Ayo buru orang dan lepaskan yang
lain dari jebakan
Lalu kau kejar yang lain seperti
makhluk yang hina
Lalu kau lepaskan yang ini dan kau
cari yang itu
Ini permainan anak kecil yang tanpa
arti
Sebetulnya kamu hanya menangkap
dirimu dalam jebakan
Karena kamu dipenjarakan dan
dikecewakan oleh keinginanmu
* dikutip dari buku “Meraih Cinta
Ilahi Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin Rakhmat
Tentang gagak, Rumi bercerita :
Suara berkoak burung gagak
Meneriakkan permintaan panjang usia
di dunia
Seperti iblis, gagak memohon Yang
Mahasuci
Kehidupan abadi sampai hari
kebangkitan
Iblis berkata, "Berikanlah aku
tempo sampai hari kebangkitan"
Bukankah sepatutnya ia berkata,
"Aku bertaubat, duhai Tuhanku"
Hidup tanpa taubat adalah bencana
jiwa
Hilang dari Tuhan adalah kehadiran
kematian
Hidup dan mati, keduanya manis
disisi Ilahi
Tanpa Tuhan, air kehidupan adalah
api
Hidup abadi adalah menumbuhkan ruh
di dekat Ilahi
hidup gagak semata-mata untuk
memakan tahi
Gagak berkata, "Berikan aku
hidup lama supaya terus makan kotoran"
"Berikan aku hidup selalu
karena watakku memang keburukan”
Sekiranya mulut kotor itu bukan
mulut pemakan bercak
Ia akan berkata, "Selamatkan
daku dari watak burung gagak".
* dikutip dari buku “Meraih Cinta Ilahi
Pencerahan Sufisik” karangan Jalaluddin